Aku tersenyum sepi bersama lantunan musik yang menerpa dinding-dinding kamar.
Adalah rekaan tentang wajahmu
yang membuat decit kipas angin bercerita sunyi.
Sementara detik jam dinding menungguku,
menghitung mundur layaknya bom akan meledak.
Aku yang enggan beranjak,
masih dalam spektrum yang sama dengan ronamu.
Walau aku terasing.
Dan melihat ronamu hilang begitu cepat lari dariku,
tidak akan menggoyahkan keenggananku.
Aku masih nyaman dalam penantianku.
Meski harus habis semua energi,
meski aku harus tidak berwujud dalam dimensi lain,
aku tetap mengejarmu.
Wahai dinding kamar,
ceritakan padaku tentang masa lalu!
Di saat bunga-bunga bermekaran di taman hatinya.
Di saat buah-buah ranum menghiasi senyumnya.
Di saat itu, aku masih menyirami bunga-bunga itu,
Merawat setiap ranting-ranting buah agar tak jatuh berserakan.
Ceritakan & teruslah bercerita wahai dinding kamar.
Biarkan aku hanyut dalam penyesalan.
Sebab aku telah membakar taman itu,
dan mustahil bunga kan bersemi di sana lagi.
Walau..... aku terus mencobanya.
Adalah rekaan tentang wajahmu
yang membuat decit kipas angin bercerita sunyi.
Sementara detik jam dinding menungguku,
menghitung mundur layaknya bom akan meledak.
Aku yang enggan beranjak,
masih dalam spektrum yang sama dengan ronamu.
Walau aku terasing.
Dan melihat ronamu hilang begitu cepat lari dariku,
tidak akan menggoyahkan keenggananku.
Aku masih nyaman dalam penantianku.
Meski harus habis semua energi,
meski aku harus tidak berwujud dalam dimensi lain,
aku tetap mengejarmu.
Wahai dinding kamar,
ceritakan padaku tentang masa lalu!
Di saat bunga-bunga bermekaran di taman hatinya.
Di saat buah-buah ranum menghiasi senyumnya.
Di saat itu, aku masih menyirami bunga-bunga itu,
Merawat setiap ranting-ranting buah agar tak jatuh berserakan.
Ceritakan & teruslah bercerita wahai dinding kamar.
Biarkan aku hanyut dalam penyesalan.
Sebab aku telah membakar taman itu,
dan mustahil bunga kan bersemi di sana lagi.
Walau..... aku terus mencobanya.
0 comments:
Post a Comment